Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat kaya raya dengan segala kekayaan alamnya dan keanekaragaman budayanya yang sudah terkenal sejak jaman nenek moyang. Kemashurannya sudah ada dan tercipta sejak raja-raja berkuasa di Bumi Jawa. Tercatat Kerajaan Majapahit dengan Patihnya Gajah Mada yang berhasil menyatukan Nusantara dengan “Sumpah Palapanya” bahkan konon beberapa negara tetangga juga berhasil ditaklukkan.
Rasanya kita sebagai generasi penerus harus banyak belajar dari para pendahulu agar Bangsa Indonesia menjadi Bangsa yang besar, dihormati dan disegani oleh negara-negara lain di dunia. Sumber daya manusia yang banyak, kekayaan alam melimpah, sampai-sampai Koes Plus menggambarkan indahnya alam Indonesia dalam salah satu lagunya ,” Tongkat Kayu dan Batu Jadi Tanaman”, adalah modal dasar buat membangun Bangsa ke depan.
Melalui catatan kecil ini saya ingin mengajak rekan-rekan untuk mengenal dan mencintai salah satu budaya Indonesia melalui Kota Kudus. Kota Kudus yang terkenal dengan Kota Kretek ternyata menyimpan sejarah yang menarik dalam perkembangan kebudayaan di daerah sekitarnya pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Potensi wisata, budaya setempat, kulinernya, semua menarik untuk dikaji.
Pada akhirnya saya ingin mengajak semua untuk mencintai dan bangga sebagai Bangsa Indonesia. Siapa lagi kalau bukan para generasi muda sebagai penerus tongkat estafet yang telah diberikan oleh para pendahulu kepada kita.
Kota Kudus
Orang biasanya mengenal Kota Kudus sebagai Kota Kretek dengan PT Djarum sebagai pabrik yang terbesar dan diikuti oleh pabrik-pabrik rokok lainnya. Namun lebih dari itu, Kota Kudus ternyata menyimpan sejarah panjang yang menjadi goresan tinta sejarah peradaban.
Karena terletak di jalur Pantura yang merupakan jalur perdagangan yang vital, kurang lebih 53 km dari Semarang atau sekitar 45 menit lewat perjalanan darat dari Kota Semarang menjadikan Kota Kudus sebagai daerah tujuan dagang dan wisata yang menarik untuk dikunjungi.
Nama Kudus sendiri berasal dari bahasa Arab al-Quds yang berarti suci, konon Kudus satu-satunya kota di Jawa yang mengadopsi namanya dari bahasa Arab. Walaupun karakter Islam sangat kuat di Kudus, namun pengaruh Hindu masih tetap berlaku, misalnya dilarang menyembelih sapi di dalam wilayah Kota Kudus. Penyebar Islam pertama di Kudus yang bernama Ja’far Shadiq atau lebih dikenal dengan Sunan Kudus mengetahui bahwa sapi adalah binatang suci Umat Hindu.
Kali Gelis yang mengalir ditengah Kota Kudus membagi wilayah menjadi dua bagian yaitu Kudus Kulon ( Barat ) dan Kudus Wetan ( timur ). Pada masa lampau, wilayah Kudus Kulon didiami oleh para pengusaha, pedagang, petani dan ulama, sedangkan Kudus Wetan dihuni oleh para priyayi, cendikiawan, guru-guru, bangsawan dan kerabat ningrat. Dalam perkembangannya ternyata Kudus Kulon lebih maju.
Masjid Kudus
Masjid Kudus dikenal oleh masyarakat karena bentuk arsitektur masjid yang merupakan perpaduan antara budaya Islam dan Hindu. Masjid yang dibangun pada tahun 1549 oleh Ja’far Shadiq memang memilki pesona yang luar biasa. Menara yang terbuat dari bata merah yang aslinya adalah menara peninggalan Hindu yang digunakan sebagai tempat pembakaran mayat para raja dan kaum bangsawan, namun sebagian lain menganggap bahwa menara tersebut adalah menara pengawas dari sebuah rumah ibadat agama Hindu sebelum diubah menjadi masjid.
Menara masjid ini berbentuk seperti Candi Singasari atau Bale Kul-Kul di Bali, sisa peninggalan dari Zaman Hindu yang telah beralih fungsi. Tinggi menara ini kira-kira 17 m dan telah berusia tujuh abad. Bangunan menara terbagi tiga yaitu kaki, badan, dan puncak bangunan. Masjid Kudus tetap mempertahankan bentuk aslinya walaupun telah mengalami beberapa kali pemugaran. Keunikan lain di serambi masjid terdapat sebuah Candi Bentar, penduduk menyebutnya Lawang Kembar yang konon berasal dari Majapahit.
Di belakang masjid adalah makam Ja’far Shadiq dan para pengikutnya yang menempati tanah dua kali lebih luas dari ukuran masjid tersebut. Seperti bentuk gapura depan, memasuki areal taman pemakaman pun yang sudah berumur ratusan tahun tetap cantik dan menarik. Dengan bergaya arsitek Hindu, masing – masing makam tersusun dengan rapi dan dibuat cluster sesuai dengan pangkatnya. Dari golongan prajurit yang paling rendah sampai dengan makam Ja’far Shadiq sendiri yang bertempat di tengah-tengah diantara semua para punggawanya.
Setiap hari selalu saja masjid ini ramai dikunjungi oleh para pengunjung, baik yang hanya sekedar ingin melihat-lihat arsitek bangunan yang unik, maupun yang ingin berziarah ke makam Ja’far Sadiq ( Sunan Kudus ). Selama acara Buka Luwur, yang diadakan tiap tanggal 10 Muharram, tirai yang terdapat di makam ini diganti dan pada saat seperti ini ribuan peziarah akan memadati kawasan makam. Apalagi lokasinya yang terletak di pusat Kota Kudus menjadikan tempat ini sangat mudah diakses, baik dengan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi.
Kota Industri Rokok
Kudus juga terkenal karena industri rokoknya dan di kota inilah pertama kali jenis rokok kretek ditemukan oleh seorang penduduk Kudus bernama Nitisemito yang pernah menyatakan bahwa rokok kretek temuannya dapat menyembuhkan penyakit asma. Dia membuat rokok kretek dari tembakau yang dicampur dengan cengkeh yang dihaluskan dan dibungkus dengan daun jagung yang dikenal sebagai rokok klobot. Dia mulai menjual rokok klobot merek Bal Tiga pada tahun 1906.
Nitisemito mempromosikan rokok klobotnya secara intensif dengan menggunakan radio, melakukan tur dengan grup musik bahkan menyebarkan pamflet melalui udara. Akhirnya Kudus berkembang menjadi pusat industri rokok dan pernah tercatat 200 pabrik rokok beroperasi di Kudus dan sekitarnya.
Namun dalam perjalanannya, industri rokok Kudus mengalami rasionalisasi dan hanya tiga perusahaan besar yang mampu menguasai pasaran yaitu ; Bentoel di Malang, Gudang Garam di Kediri dan Djarum di Kudus. Nitisemito termasuk orang yang menjadi korban persaingan industri rokok, ia bangkrut pada tahun 1953.
Saat ini perusahaan rokok kretek utama di Kudus antara lain Djambu Bol, Nojorono, Sukun, dan Djarum. Perusahaan rokok yang terakhir ini adalah yang terbesar di Kudus yang mulai beroperasi sejak tahun 1952. Djarum memiliki pabrik rokok modern yang terletak di Jl. A yani, wisatawan dapat melakukan peninjauan ke pabrik ini tetapi harus meminta ijin terlebih dahulu seminggu sebelumnya. Pabrik rokok Sukun terletak agak di luar kota Kudus. Pabrik rokok ini masih memproduksi rokok klobot yaitu rokok tradisional dimana tembakau digulung dengan daun jagung.
Museum Kretek Kudus
Museum yang didirikan pada tahun 1996 memamerkan sejumlah foto yang menarik mengenai rokok dan alat-alat yang digunakan dalam proses membuat rokok. Museum ini memiliki diorama yang menggambarkan proses produksi rokok kretek; dari penyediaan bahan baku berupa cengkeh, tembakau, daun jagung muda hingga ke proses pengerjaannya dan pemasarannya.
Museum yang terletak di desa Getas Pejaten, sekitar 2 km dari kota Kudus ini buka dari jam 09.00 WIB hingga 16 kecuali Jum’at. Di dekat museum kretek ini terdapat rumah adat Kudus yang terbuat dari kayu penuh ukiran yang merupakan keterampilan masyarakat Kudus yang terkenal. Gaya arsitektur Kudus disebut-sebut berasal dari seorang Imigran dari Cina yang bernama Ling Sing dari abad ke 15.
Gunung Muria
Setelah lelah berkeliling Kota Kudus, silakan mampir untuk menikmati kesejukan Gunung Muria. Gunung Muria terletak 18 km sebelah utara Kota Kudus dan memiliki ketinggian kurang lebih 1700 m. diatas permukaan air laut Selain menampilkan pemandangan khas pegunungan yang indah, keberadaan makam Sunan Muria, air terjun Montel serta bumi perkemahan Hajar semakin menjadi pelengkap tempat ini sebagai salah satu tujuan tempat wisata.
Tempat penginapan sederhana namun lumayan bersih tersedia di shelter terakhir perparkiran mobil. Hotel Pesanggrahan adalah hotel yang dimiliki oleh Pemerintah dan bisa dipakai untuk umum dengan biaya antara Rp 10.000,- sampai dengan Rp 44.000,-. Jika anda ingin menemukan tantangan yang lebih besar, anda bisa mendaki ke Puncak songolikur ( 29 ) yang terletak di atas air terjun Monthel, bisa dipandu oleh pemandu setempat.
Rasanya kita sebagai generasi penerus harus banyak belajar dari para pendahulu agar Bangsa Indonesia menjadi Bangsa yang besar, dihormati dan disegani oleh negara-negara lain di dunia. Sumber daya manusia yang banyak, kekayaan alam melimpah, sampai-sampai Koes Plus menggambarkan indahnya alam Indonesia dalam salah satu lagunya ,” Tongkat Kayu dan Batu Jadi Tanaman”, adalah modal dasar buat membangun Bangsa ke depan.
Melalui catatan kecil ini saya ingin mengajak rekan-rekan untuk mengenal dan mencintai salah satu budaya Indonesia melalui Kota Kudus. Kota Kudus yang terkenal dengan Kota Kretek ternyata menyimpan sejarah yang menarik dalam perkembangan kebudayaan di daerah sekitarnya pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Potensi wisata, budaya setempat, kulinernya, semua menarik untuk dikaji.
Pada akhirnya saya ingin mengajak semua untuk mencintai dan bangga sebagai Bangsa Indonesia. Siapa lagi kalau bukan para generasi muda sebagai penerus tongkat estafet yang telah diberikan oleh para pendahulu kepada kita.
Kota Kudus
Orang biasanya mengenal Kota Kudus sebagai Kota Kretek dengan PT Djarum sebagai pabrik yang terbesar dan diikuti oleh pabrik-pabrik rokok lainnya. Namun lebih dari itu, Kota Kudus ternyata menyimpan sejarah panjang yang menjadi goresan tinta sejarah peradaban.
Karena terletak di jalur Pantura yang merupakan jalur perdagangan yang vital, kurang lebih 53 km dari Semarang atau sekitar 45 menit lewat perjalanan darat dari Kota Semarang menjadikan Kota Kudus sebagai daerah tujuan dagang dan wisata yang menarik untuk dikunjungi.
Nama Kudus sendiri berasal dari bahasa Arab al-Quds yang berarti suci, konon Kudus satu-satunya kota di Jawa yang mengadopsi namanya dari bahasa Arab. Walaupun karakter Islam sangat kuat di Kudus, namun pengaruh Hindu masih tetap berlaku, misalnya dilarang menyembelih sapi di dalam wilayah Kota Kudus. Penyebar Islam pertama di Kudus yang bernama Ja’far Shadiq atau lebih dikenal dengan Sunan Kudus mengetahui bahwa sapi adalah binatang suci Umat Hindu.
Kali Gelis yang mengalir ditengah Kota Kudus membagi wilayah menjadi dua bagian yaitu Kudus Kulon ( Barat ) dan Kudus Wetan ( timur ). Pada masa lampau, wilayah Kudus Kulon didiami oleh para pengusaha, pedagang, petani dan ulama, sedangkan Kudus Wetan dihuni oleh para priyayi, cendikiawan, guru-guru, bangsawan dan kerabat ningrat. Dalam perkembangannya ternyata Kudus Kulon lebih maju.
Masjid Kudus
Masjid Kudus dikenal oleh masyarakat karena bentuk arsitektur masjid yang merupakan perpaduan antara budaya Islam dan Hindu. Masjid yang dibangun pada tahun 1549 oleh Ja’far Shadiq memang memilki pesona yang luar biasa. Menara yang terbuat dari bata merah yang aslinya adalah menara peninggalan Hindu yang digunakan sebagai tempat pembakaran mayat para raja dan kaum bangsawan, namun sebagian lain menganggap bahwa menara tersebut adalah menara pengawas dari sebuah rumah ibadat agama Hindu sebelum diubah menjadi masjid.
Menara masjid ini berbentuk seperti Candi Singasari atau Bale Kul-Kul di Bali, sisa peninggalan dari Zaman Hindu yang telah beralih fungsi. Tinggi menara ini kira-kira 17 m dan telah berusia tujuh abad. Bangunan menara terbagi tiga yaitu kaki, badan, dan puncak bangunan. Masjid Kudus tetap mempertahankan bentuk aslinya walaupun telah mengalami beberapa kali pemugaran. Keunikan lain di serambi masjid terdapat sebuah Candi Bentar, penduduk menyebutnya Lawang Kembar yang konon berasal dari Majapahit.
Di belakang masjid adalah makam Ja’far Shadiq dan para pengikutnya yang menempati tanah dua kali lebih luas dari ukuran masjid tersebut. Seperti bentuk gapura depan, memasuki areal taman pemakaman pun yang sudah berumur ratusan tahun tetap cantik dan menarik. Dengan bergaya arsitek Hindu, masing – masing makam tersusun dengan rapi dan dibuat cluster sesuai dengan pangkatnya. Dari golongan prajurit yang paling rendah sampai dengan makam Ja’far Shadiq sendiri yang bertempat di tengah-tengah diantara semua para punggawanya.
Setiap hari selalu saja masjid ini ramai dikunjungi oleh para pengunjung, baik yang hanya sekedar ingin melihat-lihat arsitek bangunan yang unik, maupun yang ingin berziarah ke makam Ja’far Sadiq ( Sunan Kudus ). Selama acara Buka Luwur, yang diadakan tiap tanggal 10 Muharram, tirai yang terdapat di makam ini diganti dan pada saat seperti ini ribuan peziarah akan memadati kawasan makam. Apalagi lokasinya yang terletak di pusat Kota Kudus menjadikan tempat ini sangat mudah diakses, baik dengan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi.
Kota Industri Rokok
Kudus juga terkenal karena industri rokoknya dan di kota inilah pertama kali jenis rokok kretek ditemukan oleh seorang penduduk Kudus bernama Nitisemito yang pernah menyatakan bahwa rokok kretek temuannya dapat menyembuhkan penyakit asma. Dia membuat rokok kretek dari tembakau yang dicampur dengan cengkeh yang dihaluskan dan dibungkus dengan daun jagung yang dikenal sebagai rokok klobot. Dia mulai menjual rokok klobot merek Bal Tiga pada tahun 1906.
Nitisemito mempromosikan rokok klobotnya secara intensif dengan menggunakan radio, melakukan tur dengan grup musik bahkan menyebarkan pamflet melalui udara. Akhirnya Kudus berkembang menjadi pusat industri rokok dan pernah tercatat 200 pabrik rokok beroperasi di Kudus dan sekitarnya.
Namun dalam perjalanannya, industri rokok Kudus mengalami rasionalisasi dan hanya tiga perusahaan besar yang mampu menguasai pasaran yaitu ; Bentoel di Malang, Gudang Garam di Kediri dan Djarum di Kudus. Nitisemito termasuk orang yang menjadi korban persaingan industri rokok, ia bangkrut pada tahun 1953.
Saat ini perusahaan rokok kretek utama di Kudus antara lain Djambu Bol, Nojorono, Sukun, dan Djarum. Perusahaan rokok yang terakhir ini adalah yang terbesar di Kudus yang mulai beroperasi sejak tahun 1952. Djarum memiliki pabrik rokok modern yang terletak di Jl. A yani, wisatawan dapat melakukan peninjauan ke pabrik ini tetapi harus meminta ijin terlebih dahulu seminggu sebelumnya. Pabrik rokok Sukun terletak agak di luar kota Kudus. Pabrik rokok ini masih memproduksi rokok klobot yaitu rokok tradisional dimana tembakau digulung dengan daun jagung.
Museum Kretek Kudus
Museum yang didirikan pada tahun 1996 memamerkan sejumlah foto yang menarik mengenai rokok dan alat-alat yang digunakan dalam proses membuat rokok. Museum ini memiliki diorama yang menggambarkan proses produksi rokok kretek; dari penyediaan bahan baku berupa cengkeh, tembakau, daun jagung muda hingga ke proses pengerjaannya dan pemasarannya.
Museum yang terletak di desa Getas Pejaten, sekitar 2 km dari kota Kudus ini buka dari jam 09.00 WIB hingga 16 kecuali Jum’at. Di dekat museum kretek ini terdapat rumah adat Kudus yang terbuat dari kayu penuh ukiran yang merupakan keterampilan masyarakat Kudus yang terkenal. Gaya arsitektur Kudus disebut-sebut berasal dari seorang Imigran dari Cina yang bernama Ling Sing dari abad ke 15.
Gunung Muria
Setelah lelah berkeliling Kota Kudus, silakan mampir untuk menikmati kesejukan Gunung Muria. Gunung Muria terletak 18 km sebelah utara Kota Kudus dan memiliki ketinggian kurang lebih 1700 m. diatas permukaan air laut Selain menampilkan pemandangan khas pegunungan yang indah, keberadaan makam Sunan Muria, air terjun Montel serta bumi perkemahan Hajar semakin menjadi pelengkap tempat ini sebagai salah satu tujuan tempat wisata.
Tempat penginapan sederhana namun lumayan bersih tersedia di shelter terakhir perparkiran mobil. Hotel Pesanggrahan adalah hotel yang dimiliki oleh Pemerintah dan bisa dipakai untuk umum dengan biaya antara Rp 10.000,- sampai dengan Rp 44.000,-. Jika anda ingin menemukan tantangan yang lebih besar, anda bisa mendaki ke Puncak songolikur ( 29 ) yang terletak di atas air terjun Monthel, bisa dipandu oleh pemandu setempat.
Selamat malam
ReplyDeletenama saya Atik Fatmala Sari
saat ini sedang mengerjakan tugas Akhir sebagai mahasiswi desain grafis
saya sangat tertarik dengan karya tulis kamu mengenai asal-usul kota kudus
kalo boleh saya akan memasukkan tulisan kamu kedalam buku yang nanti saya buat..sebagai tambahan untuk cerita yang saat ini saya sedang kerjaan, nanti saya akan mencantumkan nama anda
Mohon responya
Terimakasih